Dibaca Normal
Bima,
prosntb.Com-Adanya reaksi para guru honorer K2 yang mendatangi Kantor Bupati
Bima menyita perhatian. Upaya para guru untuk meminta keadilan atas persyaratan
CPNS tahun 2018 itu, langsung ditanggapi serius PGRI Kabupaten Bima.
Ketua PGRI Drs Syafiulah MPd menuturkan, adanya
gejolak dari para guru ini dinilai sebagai akumulasi dari kekecewaan terhadap
pemerintah. Karena tidak bisa bersikap adil terhadap para guru yang sudah
puluhan tahun mengabdi namun tidak bisa melamar menjadi CPNS.
"Wajar saja guru ingin diperhatikan. Bahkan
adanya gejolak seperti mogok mengajar dan lain sebagainya, ini wujud
perjuangan dalam mendapatkan hak. Ini akumulasi dari kekecewaan yang di hadapi
guru," katanya.
Dia mengaku sudah berupaya memperjuangkan hak
guru honorer. Khususnya soal batasan usia dalam penerimaan CPNS tahun
ini.
"Kita sudah berikan pernyataan sikap
tentang hal itu. Pemerintah jangan tutup mata dan telinga dengan persoalan
ini," tegasnya.
Bahkan kata dia, pihaknya sudah bertemu dan
melakukan negosiasi langsung dengan Presiden RI bersama Menpan RB, BKN dan
Mendagri.
"Telah ada jalan keluarnya. Para guru akan
diikat dengan Pegawai Pemerintah Perjanjian Kerja (P3K). Itu digaji sesuai PNS.
Dan akan dites," bebernya.
Meski demikian, PGRI mendesak pemerintah untuk
lebih memperhatikan nasib guru khususnya non PNS. Pasalanya, upah guru setiap
bulan hanya dibayar Rp 300 ribu. Hal ini dinilai tidak manusiawi jika
dibandingkan perjuangan guru mencerdaskan anak bangsa.
"Kasarnya, guru kita digaji Rp 10 ribu per
hari. Lebih baik jadi buruh bangunan setiap hari Rp 150 ribu. Padahal guru ini
tenaga profesional. Ini yang membuat kita cukup prihatin, jauh dari kata layak.
Apalagi, UMP kita mencapai Rp 1.8 juta per bulan," terangnya.
Sehingga sambung dia, ketika adanya persyaratan
CPNS yang tidak sesuai kriteria mereka, tentu membuat hati para guru sakit.
Terlebih para guru di Bima sudah didominasi oleh usia di atas 35 tahun.
"Sebanyak 15 ribu guru honorer di Kabupaten
Bima, itu didominasi usia di atas 35 tahun," pungkasnya.(poros-07)
Ketua PGRI Drs Syafiulah MPd menuturkan, adanya gejolak dari para guru ini dinilai sebagai akumulasi dari kekecewaan terhadap pemerintah. Karena tidak bisa bersikap adil terhadap para guru yang sudah puluhan tahun mengabdi namun tidak bisa melamar menjadi CPNS.
"Wajar saja guru ingin diperhatikan. Bahkan adanya gejolak seperti mogok mengajar dan lain sebagainya, ini wujud perjuangan dalam mendapatkan hak. Ini akumulasi dari kekecewaan yang di hadapi guru," katanya.
Dia mengaku sudah berupaya memperjuangkan hak guru honorer. Khususnya soal batasan usia dalam penerimaan CPNS tahun ini.
"Kita sudah berikan pernyataan sikap tentang hal itu. Pemerintah jangan tutup mata dan telinga dengan persoalan ini," tegasnya.
Bahkan kata dia, pihaknya sudah bertemu dan melakukan negosiasi langsung dengan Presiden RI bersama Menpan RB, BKN dan Mendagri.
"Telah ada jalan keluarnya. Para guru akan diikat dengan Pegawai Pemerintah Perjanjian Kerja (P3K). Itu digaji sesuai PNS. Dan akan dites," bebernya.
Meski demikian, PGRI mendesak pemerintah untuk lebih memperhatikan nasib guru khususnya non PNS. Pasalanya, upah guru setiap bulan hanya dibayar Rp 300 ribu. Hal ini dinilai tidak manusiawi jika dibandingkan perjuangan guru mencerdaskan anak bangsa.
"Kasarnya, guru kita digaji Rp 10 ribu per hari. Lebih baik jadi buruh bangunan setiap hari Rp 150 ribu. Padahal guru ini tenaga profesional. Ini yang membuat kita cukup prihatin, jauh dari kata layak. Apalagi, UMP kita mencapai Rp 1.8 juta per bulan," terangnya.
Sehingga sambung dia, ketika adanya persyaratan CPNS yang tidak sesuai kriteria mereka, tentu membuat hati para guru sakit. Terlebih para guru di Bima sudah didominasi oleh usia di atas 35 tahun.
"Sebanyak 15 ribu guru honorer di Kabupaten Bima, itu didominasi usia di atas 35 tahun," pungkasnya.(poros-07)
COMMENTS