Dibaca Normal
Bima, porosntb com-Rotasi dan mutasi besar-besaran digelar Wali Kota Bima, Rabu (15/5/19) kemarin, menuai sorotan. Selain karena jumlahnya yang "wah", rotasi tersebut dinilai masih dilakukan secara tertutup dalam menempatkan posisi jabatan. Hal ini menjadi menarik karena Pemkot Bima saat ini mengusung jargon "Perubahan".
Demikian disampaikan pengamat politik dari Central Elektion and Political Party (CEPP) Bima, Dr Ibnu Khaldun Sudirman MSi. Menurut doktor ilmu politik ini, sejak kepemimpinan Wali Kota dan Wakil Wali Kota yang sudah masuk bulan ke tujuh ini masih dipertanyakan perubahan apa yang diberikan. Khususnya di bidang reformasi birokrasi.
"Kita belum melihat penataan birokrasinya," ujar Ibnu, kemarin.
Diungkapkan, berdasarkan riset yang ada, sumber daya birokrasi di kota baru 50 persen yang bekerja dengan baik. Dengan dasar-dasar data tersebut, apakah Pemkot Bima sudah melakukan audit keilmuan dan kepangkatan dalam menentukan pejabat yang akan mengisi jabatan baru.
"Paling tidak mengetahui rekam jejaknya untuk mengisi posisi yang berdasarkan merit system," terang Ketua STKIP Taman Siswa Bima ini.
Sehingga sambungnya, mutasi yang dilakukan dapat diukur. Namun, penataan birokrasi dan pengisian posisi jabatan saat ini dinilai belum membawa ke arah perubahan sesuai dengan visinya.
"Kami tidak melihat hal itu. Bahkan terkesan, ada ketidak terbukaan dalam rotasi mutasi ini," tandas doktor jebolan UI ini.
Lanjutnya, hal ini diperkuat dengan tidak adanya pakta integritas maupun target yang diberikan kepada pejabat yang akan dirotasi. Khususnya yang mengisi posisi penting di birokrasi, seperti Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan dan sebagainya.
"Proses pengisian jabatan yang seperti ini masih dilakukan secara tertutup. Harusnya terbuka, seperti eselon II kriterianya harus mengabdi 2-3 tahun di jabatan eselon III. Ini bentuk transparansi, jika terjadi perubahan besar-besaran itu ada tahapannya," tegas pria enerjik ini.
Harusnya kata Ibnu, dalam merotasi jabatan bisa memberikan kesempatan kepada pejabat yang memenuhi ketentuan. Walaupun itu dilakukan secara lintas daerah, untuk mendapatkan pejabat yang the right man and the right place.
"Mestinya dilakukan seleksi uji publik. Diaudit jabatannya untuk melihat apa saja trek rekornya. Dengan begitu akan meminimalisir protes sosial, membangun tingkat kepercayaan publik. Artinya, jargon perubahan itu harus mengacu pada merit sistem," pungkansya. (Poros07)
COMMENTS