Dibaca Normal
Lombok, Poros NTB.- Terdakwa korupsi pengadaan sampan fiberglass Kabupaten Bima pada tahun anggaran 2012, Taufik Rusdi, dituntut jaksa selama 18 bulan penjara.
Jaksa penuntut umum
Wayan Suryawan dalam tuntutannya meyakinkan majelis hakim bahwa terdakwa Taufik
Rusdi telah melakukan korupsi hingga membuat lima rekanan mendapat keuntungan
Rp159,8 juta.
"Proses tender itu
telah direkayasa bersama mantan Ketua DPRD Kota Bima Fera Amelia," kata
Wayam Suryawan dalam tuntutannya yang dibacakan di hadapan majelis hakim
Pengadilan Negeri Tipikor Mataram, Selasa.
Dalam sidang tuntutan
yang dipimpin Hakim Ketua Isnurul Syamsul Arif, terdakwa Taufik Rusdi
dinyatakan terbukti bersalah melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001 tentang Perubahan atas UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
"Oleh karena itu,
menuntut majelis hakim yang mengadili perkara ini untuk menjatuhkan pidana
penjara selama 1 tahun 6 bulan," katanya.
Selain pidana penjara,
jaksa juga menuntut agar terdakwa Taufik Rusdi membayar denda sebesar Rp50
juta. Apabila denda tidak dibayar, diwajibkan kepadanya untuk mengganti dengan
kurungan tambahan selama 2 bulan.
Dalam fakta persidangannya,
pelanggaran hukum yang dilakukan terdakwa Taufik Rusdi dilihat ketika bertugas
sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek tersebut. Ketika itu, dia masih
berdinas di Dinas PU Kabupaten Bima.
Sebagai PPK proyek
tersebut, terdakwa Taufik Rusdi bersekongkol dengan mantan Ketua DPRD Kota Bima
Fera Amelia dengan membagi paket pengadaan menjadi lima item. Anggaran sebesar
Rp1 miliar dibagi menjadi lima sehingga rekanan pelaksana dapat ditunjuk
langsung.
Rekanan itu, antara
lain, CV Lewamori Putra Putra Pratama untuk pengadaan sampan di Desa Kore,
Sanggar, Kabupaten Bima senilai Rp198,2 juta, kemudian kontrak Rp198,4 juta
dengan CV Lamanggila untuk pengadaan sampan di Desa Punti, Soromandi.
Selanjutnya, CV Wadah
Bahagia untuk pengadaan sampan di Desa Lamere, Sape dengan kontrak Rp198,3
juta. Kontrak senilai Rp198,3 juta dengan CV Sinar Rinjani untuk pengadaan di
Desa Sangiang, Wera, dan terakhir kontrak sebesar Rp198,2 juta dengan CV Bima
Putra Pratama untuk pengadaan di Desa Bajo Pulau, Sape.
Dalam prosesnya,
diketahui bahwa terdakwa tidak membuat dokumen pengadaan, rencana kerja
syarat-syarat (RKS), harga perkiraan sendiri (HPS), rencana anggaran biaya
(RAB), dan gambar pekerjaan.
Rusdi malah meminta Fera
Amelia untuk mempersiapkan kelengkapan lima dokumen atau profil perusahaan
tersebut karena di lapangan pengadaan sampan dikerjakan Fera Amelia. Saksi Fera
mengatur rekanan yang mengerjakan proyek tidak lain karena kedekatan kekeluargaan.
Unsur pidananya pun
terlihat ketika pengerjaannya tidak selesai sesuai dengan kontrak pada tanggal
13 Desember 2012. Meskipun demikian, terdakwa tetap melakukan pembayaran 100
persen. Realisasi pembayaran sebesar Rp991,6 juta, sementara pengeluaran riil
sebesar Rp741,6juta. Akibatnya, muncul kerugian negara sebesar Rp159,8 juta.
Ketika ditemui diakhir
persidangannya, Wayan Suryawan mengatakan bahwa tuntutan itu termasuk ringan.
Karena melihat iktikad baik terdakwa yang telah membayar uang pengganti
kerugian negaranya sebesar Rp159,8 juta.
Bahkan, uang tersebut
sudah disetor pada saat kasusnya masih ditangani di tingkat penyidikan
kepolisian.
"Jadi, pengembalian
kerugian negara sudah 100 persen," ucapnya.
SUMBER : Antara
COMMENTS