Dibaca Normal
Lombok, Poros NTB.- Nama
mantan Ketua DPRD Kota Bima, Fera Amalia, diseret dalam pusaran
kasus pengadaan sampan fiberglass Kabupaten Bima tahun 2012 lalu, Tak
tanggung-tanggung, Taufik Rusdi, terdakwa yang telah dituntut18 tahun penjara, meminta mantan Ketua DPRD Kota Bima tersebut, ikut bertanggung jawab terkait kerugian
negara yang muncul dalam kasus tersebut.
"Pelaksanaan tender itu diketahui oleh Fera Amelia, karena itu dia
harus bertanggung jawab dan juga dijadikan terdakwa, 'Mens rea'-nya sudah
kelihatan di situ," kata penasihat hukum terdakwa, Muhamad Nukman, seperti dikutip Kantor Berita Antara, ketika menyimpulkan
pledoi yang telah disampaikan ke hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri
Tipikor Mataram, Senin.
Menukil laman Antara, dia
menjelaskan bahwa mens reaf (sikap bathin jahat) mantan DPRD Kota Bima itu
dapat dilihat dari kesaksiannya di hadapan majelis hakim. Asal-usul munculnya
kerugian negara hasil temuan BPKP senilai Rp159,8 juta dan siapa yang beritikad
baik mengembalikannya telah terungkap dalam fakta di persidangan.
"Jadi sumber kejahatannya itu dapat dilihat dari temuan BPKP, itu
pun (kerugian negara) telah dibayar oleh terdakwa yang hanya menjalankan tugas
sebagai PPK (Pejabat Pembuat Komitmen), bukannya Ferra Amelia," ujarnya.
Terdakwa Taufik Rusdi mengembalikan kerugian negaranya ketika ditetapkan
penyidik kepolisian sebagai tersangka. Itikad baik itu pun menjadi bahan
pertimbangan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk menuntut terdakwa Taufik Rusdi
dengan pidana penjara satu tahun dan enam bulan penjara.
Selain pidana penjara, terdakwa Taufik Rusdi juga dibebankan untuk
membayar denda pidana sebesar Rp50 juta. Apabila denda tidak dibayar, maka
terdakwa Taufik Rusdi wajib menggantinya dengan kurungan tambahan selama dua
bulan.
Tuntutan itu diberikan sesuai isi dakwaan subsidairnya, Pasal 3 UU RI
Nomor 20/2001 tentang
Perubahan atas UU RI Nomor 31/1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP.
Dalam fakta persidangan terungkap pelanggaran hukum yang dilakukan
terdakwa Taufik Rusdi dilihat ketika bertugas sebagai pejabat pembuat komitmen
(PPK) proyek tersebut. Ketika itu, dia masih berdinas di Dinas PU Kabupaten
Bima.
Dalam proyek tersebut sebagai PPK proyek, terdakwa Taufik Rusdi bersama
mantan Ketua DPRD Kota Bima, Ferra Amelia terindikasi melakukan permufakatan
jahat. Dengan cara membagi paket pengadaan menjadi lima item, anggaran sebesar
Rp1 miliar dibagi menjadi lima sehingga rekanan pelaksana dapat ditunjuk
langsung.
Rekanan itu antara lain, CV Lewamori Putra Putra Pratama untuk pengadaan
sampan di Desa Kore, Sanggar, Kabupaten Bima senilai Rp198,2 juta, kemudian
kontrak Rp198,4 juta dengan CV Lamanggila untuk pengadaan sampan di Desa Punti,
Soromandi.
Selanjutnya, CV Wadah Bahagia untuk pengadaan sampan di Desa Lamere,
Sape dengan kontrak Rp198,3 juta. Kontrak senilai Rp198,3 juta dengan CV Sinar
Rinjani untuk pengadaan di Desa Sangiang, Wera, dan terakhir kontrak sebesar
Rp198,2 juta dengan CV Bima Putra Pratama untuk pengadaan di Desa Bajo Pulau,
Sape.
Lebih lanjut, dalam prosesnya diketahui bahwa terdakwa tidak membuat
dokumen pengadaan, Rencana Kerja Syarat-syarat (RKS), Harga Perkiraan Sendiri
(HPS), Rencana Anggaran Biaya (RAB), dan gambar pekerjaan.
Rusdi malah meminta Ferra Amelia untuk mempersiapkan kelengkapan
lima dokumen atau profil perusahaan tersebut karena di lapangan pengadaan
sampan dikerjakan Ferra Amelia. Saksi Ferra Amelia mengatur rekanan yang
mengerjakan proyek tidak lain karena kedekatan kekeluargaan.
Unsur pidananya pun terlihat ketika pengerjaannya tidak selesai sesuai
kontrak, pada 13 Desember 2012. Namun demikian, terdakwa tetap melakukan
pembayaran 100 persen. Realisasi pembayaran sebesar Rp991,6 juta sementara
pengeluaran riil sebesar Rp741,6juta. Akibatnya muncul kerugian negara sebesar
Rp159,8 juta. (Aden/Antara)
COMMENTS