Dibaca Normal
Oleh: Juardin (JT)
(Mahasiswa Teknik Sipil, Universitas Islam Malang)
Riak-riak politik menjelang pemilihan kepala daerah Pilkada Kabupaten Bima semakin menggairahkan. Bahkan, tensi politik antara para simpatisan sudah menunjukkan adanya kondisi yang cukup dinamis. Jika harus dibandingkan dengan daerah lain yang juga melaksanakan Pilkada serentak 2020, Kabupaten Bima tampak lebih semarak. Indikatornya adalah mulai menjamurnya spanduk maupun baliho para bakal calon yang tersebar di seluruh titik di Kabupaten Bima. Mulai di rumah-rumah warga, tempat umum bahkan di tiap persimpangan jalan, Baliho para bakal calon sudah mewarnai sudut-sudut kota.
Banyaknya baliho yang berdiri tegak di beberapa tempat, seolah menunjukkan adanya "Perang Baliho" antar bakal calon itu sendiri. Meskipun mereka belum dinyatakan sebagai peserta Pilkada oleh KPU, namun dengan berjubelnya baliho tersebut seolah ingin menunjukkan eksistensinya. Sekaligus menunjukkan persaingan yang ketat telah terbangun melalui baliho untuk meraih simpatik masyarakat.
Dukungan dan pencitraan diri setiap bakal calon bupati (Bacabup) selama beberapa bulan ini melalui baliho-baliho tersebut, seolah membawa masyarakat berada di masa kampanye. Dengan banyaknya baliho di sudut-sudut kota ini sekaligus mengkonfirmasi jika kampanye Pilkada Kabupaten Bima lebih dini dilakukan yang dikemas melalui baliho sosialisasi diri bara bakal calon.
Paling tidak ada tiga jenis baliho yang terkait dengan Pilkada di Kabupaten Bima saat ini. Pertama, baliho dukungan. Baliho ini lebih mendominasi jenis baliho lainnya, dan dukungan untuk kandidat incumbent (Hj. Indah damayanti putri S.E) lebih banyak menghiasi baliho yang ada. Pesan dan dukungan terhadap incumbent disampaikan dengan redaksi yang beragam, mulai dari malu-malu hingga yang eksplisit dan foto kandidat juga ditampilkan dengan style berbagai variasi. Mulai dari foto sendiri, dengan pasangan hingga bersama almarhum sang suami. Kedua, adalah baliho sosialisasi diri. Jenis baliho ini berasal dari tokoh atau putra daerah Bima yang belum banyak dikenal oleh masyarakat Bima sendiri. Mereka adalah putra Bima yang sukses meniti karier di luar daerah dan memiliki "Niat" untuk bertarung di pentas Pilkada. Ketiga adalah baliho posko. Baliho posko ini sama dengan baliho pertama (baliho dukungan) dan pada hakikatnya kedua baliho ini memiliki makna dan esensi yang serupa, namu baliho posko ini memperlihatkan dukungan yang lebih serius lagi. Model posko pun terlihat beragam, ada yang berjenis Salaja dan berupa rumah tinggal, redaksi bahasa baliho posko pun beragam dan bervariasi.
Namun dari banyaknya baliho dari setiap Bacabup yang terpampang di setiap bahu jalan itu, bukanlah parameter atau jaminan tingginya dukungan yang diberikan oleh rakyat pada saat Pilkada nanti. Sebab baliho yang terpasang itu bukanlah representasi dukungan dari semua rakyat yang ada di sekitar baliho tersebut. Bisa jadi baliho yang tepajang dilatarbelakangi oleh kepentingan praktis atau ada memang tekanan tekanan tertentu.
Pencitraan kandidat lewat baliho itu hanya merupakan dukungan simbolik semata, maka perang politik tidak terlepas dari perang tokoh agama, partai politik serta organisasi. Memang perang baliho dan dukungan para tokoh sangatlah urgen tetapi yang lebih urgen dari mendengarkan pernyataan langsung dari rakyat, sebab komunikasi politik yang lebih efektif ialah komunikasi langsung antara subjek dan objek (face to face communication) dengan pemilik suara. Oleh sebab itu, maka setiap Bacabup harus turun dan membaur langsung dengan masyarakat untuk menyerap aspirasi dan sekaligus memaparkan visi misinya.
Semoga seluruh elemen masyarakat Bima "Perang Baliho" tidak berimbas untuk melahirkan "perang fisik" melainkan tujuan kita hanya satu yaitu mencari pemimpin terbaik dalam bingkai persaudaraan Dou Mbojo.(*)
COMMENTS