Dibaca Normal
Penulis : Muhammad Fakhrur Rodzi |
Pandemi
virus corona yang melanda Indonesia sampai sekarang ini belum juga selesai.
Dengan semakin lamanya virus ini berada dinegeri ibu pertiwi sudah barang tentu
akan mengganggu aktivitas seluruh manusia di Indonesia mulai aktivitas
sosial,ekonomi, dan aktivitas politik. Aktivitas politik misalnya terkait dengan
pilkada serentak 2020. Pilkada serentak sebenarnya akan dilaksanakan pada bulan
September 2020 mendatang akan tetapi ditunda karena sebagai upaya pencegahan
proses penyebaran virus corona dan nyawa manusia lebih penting dibandingkan
pilkada. Dengan penundaan pilkada pada bulan September justru tidak menjadikan
pilkada serentak tidak diselenggarakan pada tahun 2020 akan tetapi rupanya
pemerintah lewat komisi II DPR RI, KPU dan MENDAGRI bersepakat bahwa pilkada
akan tetap dilaksanakan pada bulan desember mendatang dengan mengikuti protocol
kesehatan sesuai dengan perintah perpu no 2 tahun 2020 tentang pilkada. Dengan
berbagai macam kebijakan ataupun regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah
terkait pelaksanaan pilkada ditengah badai pandemic virus corona tersebut,
tentu akan menimbulkan berbagai macam pro dan kontra diberbagai macam kalangan
mulai dari masyarakat,lsm, akademisi,mahasiswa dan pemangku kepentingan
lainnya.
Menurut
hemat penulis bahwa pilkada tetap ngotot dan tetap dilaksanakan ditengah badai
pandemic yang menyelimuti Indonesia saat sekarang ini merupakan dorongan dan
tuntutan elit politik yang ada didaerah, apalagi setelah dikeluarkannya perpu
no 2 tahun 2020 tentang pilkada. Perpu ini memberikan sinyal dan peluang yang
kuat bahwa pilkada tetap dilaksakanan pada bulan Desember mendatang sesuai
dengan aturan protocol kesehatan seperti yang dijelaskan dalam perpu tersebut. Elit
politik lokal atau daerah juga memberikan hasutan dan pengaruh kepada
kawan-kawannya di komisi II DPR RI untuk menyetujui pilkada ditengah pandemic.
Penulis sendiri menilai bahwa elit politik daerah yang tetap ingin melaksanaan
pilkada ditengah pendemi merupakan kesempatan bagi mereka untuk meraup
keuntungan demi mendapatkan kekuasaan. Apalagi lagi bagi elit politik daerah
yang beroposisi menganggap bahwa dengan
semakin lamanya pilkada juga akan semakin menguntungkan bagi incumbent atau
sebagai petahana karena bisa membohongi
rakyat dengan motif memberikan bantuan kepada rakyat dengan anggaran pribadi
akan tetapi sesungguhnya menggunakan anggaran daerah, karena terus mencitrakan
diri kepada masyarakat demi mencari elektabilitas dimasyarakat dan untuk mendapatkan
suara di electoral serta bisa mengendalikan dan mengarahkan kekuatan birokasi
yang ada didaerah untuk memilihnya
kembali (petahana). Dengan semakin lamanya pilkada ditunda juga membuat para
elit lokal daerah banyak mengeluarkan anggaran untuk biaya politik untuk
pilkada, dan apalagi uang yang akan diberikan kepada partainya, serta peta
politik juga akan berbeda jikalau seaindainya pilkada tidak selenggarakan pada
tahun 2020 ini.
Harapan penulis semoga pilkada serentak 2020
ini merupakan pilkada yang benar-benar untuk
rakyat yang ada didaerah yang mengikuti hajatan demokrasi yang datang
setiap 5 tahun sekali ini, karena selama
ini rakyat hanyalah korban penipuan elit
politik daerah yang datang hanya untuk pemilu dan menawarkan janji-janji
manisnya, akan tetapi setelah pemilu atau pilkada pergi berlalu, rakyat akan
menjadi korban dari elit politik daerah lewat kebijakan dan regulasi serta perda
yang dibuat yang tidak berpihak kepada masyarakat ataupun merugikan masyarakat.
Esensi pemilu dan esensi pilkada tidak saja memilih kepala daerah dan
seremonial transisi pergantian tumpuk kepemimpinan kepala daerah saja, akan
tetapi esensi pilkada yaitu melahirkan dan mencetak sosok/figur kepala daerah
yang mempunyai jiwa untuk membangun daerahnya, dan kepala daerah harus mempunyai
komitmen yang kuat akan kemakmuran dan kesehjateraan rakyat diderahnya. Karena
penulis menilai bahwa visi dan misi kepala daerah tidak sepenuhnya menjadi
acuan dan tolak ukur untuk kemajuan daerah dan keberhasilan kepemimpinan, akan
tetapi kepala daerah yang diharapkan oleh kita semua yaitu kepala daerah yang
bisa melihat dan bisa mengelola potensi apa yang dimiliki oleh daerahnya
sebagai upaya untuk mensejahterakan rakyat didaerahnya. Pilkada yang baik belum
tentu menghasilkan kepala daerah yang baik
akan tetapi kepada daerah yang baik, dan yang mempunyai niat untuk
membangun daerah serta rakyat tentu akan memberikan kebahagiaan tersendiri bagi
sendi-sendi kehidupan demokrasi, pemilu dan pilkada.
Sebagai
akhir dari tulisan ini, penulis ingin mengutip perkataan dari mantan senator
Amerika D,oneils, beliau mengatakan bahwa” penyelenggaraan demokrasi ditingkat
daerah (lokal) akan berpengaruh terhadap keberlangsungan kehidupan demokrasi
ditingkat nasional”. (*)
* Penulis adalah Mahasiswa Ilmu
Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta /Anggota Persatuan Pemuda
Kalampa.
COMMENTS